HERMENUTIKA PAUL RICOER

Setiap kata dapat mewakili suatu simbol, entitas, tanda bahkan konteks suatu peristiwa. Kata-kata dalam bahasa adalah pengetahuan tempat segala maksud dan tujuan dapat di nyatakan eksplisit atau di sembunyikan secara implisit.

Dalam konteks sosial, budaya dan politik kata-kata selalu simpan melulu sebagai sebuah teks melalui fasilitas untuk menyampaikan sejumlah kesan, gagasan, informasi, persetujuan dan ketidaksetujuan. Satu kata dalam teks mengandung banyak sekali makna dan setiap maknanya berganti berganti baru dari maknanya yang lama. Uniknya, kata dapat memberi makna yang sempit atau luas ditentukan oleh konteks penuturnya.

Kata-kata seorang penguasa misalnya identik sebagai titah dan hukum. Kata-katanya juga sekaligus mewakili kemegahan, ketinggian, kemashuran kekuasaan. Tetapi kata-kata sebagai ekspresi tindakan penutur yang di ucapkan oleh seorang awam proletar dapat berbeda maknanya dengan yang di ucapkan penguasa. Satu kata seorang proletar misalnya dapat berarti perlawanan, simbol ekspresi kelas, dan menolak tunduk. James scott misalnya dalam buku senjata orang-orang kalah di katakan bahwa makna sebuah kata dalam kalimat dapat menjadi senjata dan simbol perlawanan atas penindasan. Oleh karena itu Kata-kata tidak hanya di maknai sebagai ujaran melainkan mewakili sejumlah niat/intensi, maksud motif dan sejarah dari penutur nya. Demikian dijelaskan oleh paul ricoer seorang filsuf terkemuka Perancis yang telah banyak berjasa dalam mengenalkan filsafat hermeneutika yakni suatu ilmu tentang interpretasi suatu makna, pemahaman, penerjemahan teks dan konteks.

Manusia dalam ilmu humaniora suatu rumpun ilmu yang meliputi sejarah, antropologi, hukum, bahasa, sosiologi dan politik mendefinisikan manusia sebagai makhluk simbol atau homo simbolicum karena kegemaran dan kecerdasan nya memainkan aneka simbol dalam bentuk kata, kalimat, metafor, satire dan sarkasme tertentu yang terhubung dengan jaringan makna dari semesta simbol yang diciptakan dalam dunia bahasa yang di latari oleh aktivitas dan perilaku sosial.

Bahasa, narasi dan diksi saat ini, tidak lagi utuh sebagai simbol kemajuan peradaban manusia seperti dikatakan foucault melainkan telah menjadi alat manipulasi yang mencampakkan kesadaran logis manusia. Bahasa telah menjadi teks-teks yang ekploitatif sebagai alat permainan elit dalam istilah wittengstein untuk menjinakkan sikap kritis publik dalam menyoroti timpangan relasi kuasa, ketidakadilan, kebohongan dan kemunafikan elit dalam kemasan retorika dan narasi palsu. Bahasa tiga lagi menjadi alat alat perlawanan kaum tertindas untuk menyuarakan haknya atas kemakmuran tetapi telah bergeser menjadi senjata propaganda Borjuis yang bertindak seolah membela tetapi sejatinya merampas kebebasan dan kemerdekaan papa lewat slogan pemberdayaan dan advokasi.

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai